Shalat merupakan perintah Allah yang wajib dilaksanakan oleh umat muslim. Shalat merupakan salah satu bentuk wujud ketaatan umat muslim kepada Allah SWT. Shalat lima waktu merupakan perintah Allah. Allah menjajikan kepada siapa saja yang melaksanakan kelima sholat, maka Allah akan memasukan orang tersebut ke dalam surga.
Dalam riwayat HR Abu Dawud no. 1420 dijelaskan “Siapa yang mengerjakannya tanpa menyia-nyiakan di antara kelima shalat tersebut karena meremehkan keberadaannya maka ia mendapatkan janji dari sisi Allah untuk Allah masukkan ke surga. Namun siapa yang tidak mengerjakannya maka tidak ada baginya janji dari sisi Allah, jika Allah menghendaki Allah akan mengadzabnya, dan jika Allah menghendaki maka Allah akan mengampuninya.”
Menghadap kiblat pada saat sholat merupakan salah satu syarat sah shalat, dalam Al-Qu’ran dan Al-Hadist telah dijelaskan ketentuan-ketentuan tentang arah kiblat.
Allah Ta’ala berfirman dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 144:
فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ
“Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram daan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.” (QS.al-Baqarah: 144)
Sebelum ayat ini turun, umat Islam pada saat itu menghadap Baitul Maqdis dalam shalatnya. Kemudian ayat ini turun men-nasakh hukum tersebut dan memerintahkan untuk menghadap kiblat.
إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلاَةِ فَأَسْبِغِ الْوُضُوءَ ثُمَّ اسْتَقْبِلِ الْقِبْلَةَ فَكَبِّرْ
“Jika engkau hendak mendirikan shalat maka sempurnakanlah wudhumu, kemudian menghadaplah ke kiblat lalu bertakbirlah.” (HR. al-Bukhari Muslim)
Namun bagimana cara kita menghadap kiblat, apabila kita sedang didalam perjalanan, diatas suatu kendaraan atau berjalan di waktu malam?
Pada saat kita bepergian ke suatu tempat dengan menggunakan pesawat, kebetulan pada saat itu telah memasuki waktu shalat, pastinya kita umat muslim wajib untuk menunaikan ibadah shalat. Namun kita tidak tahu arah kiblat. Apa bisa kita meminta pilot untuk mengarahkan pesawat ke arah kiblat?
Atau pada saat kita sedang berada didalam hutan pada malam hari , kita tidak tahu kemana arah matahari. Bagaimana cara kita mengetahui arah kiblat? Apa karena tidak tahu arah kiblat ini kita tidak shalat?
Dalam suatu riwayat Al-Qur’an dan Al-Hadist dijesakan pada saat itu Nabi Muhammad SAW beserta rombongan sedang melakukan perjalanan di malam hari dan rombongan Nabi tidak tahu kemana arah kiblat. Berikut penjelasannya :
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَامِرِ بْنِ رَبِيْعَةَ عَنِ اَبِيْهِ قَالَ: كُنَّا مَعَ النَّبِيّ ص فِى سَفَرٍ فِى لَيْلَةٍ مُظْلِمَةٍ فَلَمْ نَدْرِ اَيْنَ اْلقِبْلَةُ فَصَلَّى كُلُّ رَجُلٍ مِنَّا عَلَى حِيَالِهِ. فَلَمَّا اَصْبَحْنَا ذَكَرْنَا ذ?لِكَ لِرَسُوْلِ اللهِ ص فَنَزَلَتْ فَاَيْنَمَا تُوَلُّوْا فَثَمَّ وَجْهُ اللهِ.(البقرة: 115) الترمذى 4: 273
Dari ‘Abdullah bin ‘Amir bin Rabi’ah, dari bapaknya, ia berkata : Dulu kami pernah bersama Nabi SAW pada suatu malam yang gelap gulita, sehingga kami tidak mengetahui dimana arah kiblat. Maka setiap orang diantara kami shalat menghadap menurut pendapat masing-masing. Setelah waktu Shubuh, kami beritahukan hal itu kepada Nabi SAW, maka turunlah ayat (yang artinya) [Maka kemanapun kamu menghadap, di situlah wajah Allah]. QS Al-Baqarah :115. [HR Tirmidzi juz 3, hal. 273]
عَنْ مُعَاذٍ بْنِ جَبَلٍ قَالَ: صَلَّيْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ص فِى يَوْمٍ غَيْمٍ فِى سَفَرٍ اِلَى غَيْرِ اْلقِبْلَةِ. فَلَمَّا قَضَى الصَّلاَةَ وَ سَلَّمَ تَجَلَّتِ الشَّمْسُ، فَقُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، صَلَّيْنَا اِلَى غَيْرِ اْلقِبْلَةِ. فَقَالَ: قَدْ رُفِعَتْ صَلاَتُكُمْ بِحَقّهَا اِلَى اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ. الطبرانى فى الاوسط، فى مجمع الزوائد 2: 92
Dari Mu’adz, ia berkata : Pada suatu hari dalam perjalanan yang gelap karena mendung, kami pernah shalat bersama Rasulullah SAW dengan tidak menghadap kiblat. Maka setelah selesai shalat dan sudah mengucap salam, matahari mulai tampak (dari balik mendung). Lalu kami berkata kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, kita tadi shalat dengan tidak menghadap kiblat”. Rasulullah SAW bersabda, “Shalat kalian sudah dinaikkan ke hadlirat Allah ‘Azza wa Jalla dengan haqnya”. [HR. Thabrani dalam Al-Ausath, dalam Majma’uz Zawaaid juz 2, hal. 92]
عَنِ اْلبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص صَلَّى نَحْوَ بَيْتِ اْلمَقْدِسِ سِتَّةَ عَشَرَ شَهْرًا اَوْ سَبْعَةَ عَشَرَ شَهْرًا وَ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص يُحِبُّ اَنْ يُوَجَّهَ اِلىَ اْلكَعْبَةِ فَاَنْزَلَ اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ (قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِى السَّمَاءِ) فَتَوَجَّهَ نَحْوَ اْلكَعْبَةِ وَ قَالَ السُّفَهَاءُ مِنَ النَّاسِ وَ هُمُ اْليَهُوْدُ (مَا وَلاَّهُمْ عَنْ قِبْلَتِهِمُ الَّتِيْ كَانُوْا عَلَيْهَا، قُلْ ِللهِ اْلمَشْرِقُ وَ اْلمَغْرِبُ، يَهْدِيْ مَنْ يَّشَآءُ اِلى? صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍ) فَصَلَّى مَعَ النَّبِيّ ص رَجُلٌ ثُمَّ خَرَجَ بَعْدَ مَا صَلَّى فَمَرَّ عَلَى قَوْمٍ مِنَ اْلاَنْصَارِ فِى صَلاَةِ اْلعَصْرِ نَحْوَ بَيْتِ اْلمَقْدِسِ، فَقَالَ: هُوَ يَشْهَدُ اَنَّهُ صَلَّى مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ص وَ اَنَّهُ تَوَجَّهَ نَحْوَ اْلكَعْبَةِ فَتَحَرَّفَ اْلقَوْمُ حَتَّى تَوَجَّهُوْا نَحْوَ اْلكَعْبَةِ. البخارى 1: 104
Dari Baraa’ bin ‘Aazib, ia berkata : Dahulu Rasulullah SAW pernah shalat menghadap ke Baitul Maqdis selama enam belas atau tujuh belas bulan, sedangkan Rasulullah SAW itu sebenarnya senang sekali jika diperintahkan menghadap ke arah Ka’bah. Kemudian Allah ‘Azza wa Jalla menurunkan wahyu yang artinya : Sungguh Kami sering melihat mukamu menengadah ke langit. Kemudian Nabi SAW menghadap ke Ka’bah dan orang-orang bodoh diantara manusia, yaitu orang-orang Yahudi berkata, “Apakah yang memalingkan mereka (ummat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya ?”. Allah menurunkan wahyu-Nya : Katakanlah, “Kepunyaan Allah lah timur dan barat. Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus. [QS. Al-Baqarah : 142]. Kemudian ada seorang laki-laki shalat bersama Nabi SAW, setelah selesai shalat, mereka bepergian, lalu melewati suatu kaum dari orang-orang Anshar yang sedang shalat ‘Ashar menghadap ke Baitul Maqdis. Lalu orang laki-laki itu mengatakan bahwa ia bersaksi sungguh ia baru saja shalat bersama Rasulullah SAW, dan sesungguhnya beliau mengadap ke arah Ka’bah, lalu kaum tersebut merubah arah kiblat mereka dan menghadap ke Ka’bah”. [HR. Bukhari juz 1, hal. 104]
Dari penjelasan riwayat hadist di atas, Allah telah memberikan kemudahan kepada setiap umatnya untuk selalu beribadah dan menyembah-Nya. Apakah kita sebagai hambanya tidak menfaatkan kemudahan tersebut, apakah kita harus meninggalkan shalat kita, karena kita tidak tahu arah kiblat?
Para saudara muslim sekalian, janganlah sampai kita meninggalkan sholat. Sesungguhnya Allah telah menjajikan kepada kita surganya untuk kita huni kelak, dengan syarat kita harus selalu beribadah dan menyembahnya. (agl)