Padang (1/3) – Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Sumbar turut serta dalam kegiatan rukyatul hilal yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama (Kemenag) RI untuk penentuan awal Ramadan 1446 H.
Pengamatan hilal di wilayah Sumbar dilakukan di satu titik strategis menghadap samudera Hindia yaitu di Bukik Gado-gado, Padang, Jumat (28/2).
Wakil Ketua LDII Sumbar Hadi Barry Rahmatullah menerangkan saat dilakukan pemantauan, hilal belum terlihat di Sumbar lantaran tertutup awan mendung.
“Kami bersama tim rukyatul hilal Kanwil Kemenag dan BMKG belum dapat melihat hilal lantaran faktor cuaca yang berkemungkinan sama di sebagian besar wilayah di Indonesia, namun laporan pengamatan ini akan kami sampaikan kepada DPP LDII,” terangnya.
Selain di Sumbar, LDII secara nasional mengerahkan tim rukyat dan pemantau hilal di 82 titik yang tersebar di berbagai daerah se Indonesia. Upaya ini bertujuan untuk memastikan hasil rukyatul hilal yang lebih akurat serta mendukung penentuan awal bulan Ramadan secara ilmiah dan syar’i.
Hady juga mengajak umat Islam untuk tetap menjaga persatuan dan toleransi dalam menyambut bulan suci Ramadan, meskipun terdapat perbedaan dalam metode penentuan awal Ramadan.
“Hak setiap manusia untuk memilih jalan atau metode apa yang akan digunakan dalam penentuan 1 Ramadan, namun sikap toleransi dan kerukunan adalah esensi dari kesatuan umat itu sendiri,” pungkasnya.
Turut hadir dalam pemantauan tersebut, Sekretaris DPW LDII Sumbar H. M. Abdillah, Kabid Urais yang mewakili Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Barat, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Padang Panjang Dr. Suaidi Ahadi, S.T., M.T., serta Ketua Tim Kerja Bidang Urais Kanwil Kemenag Dr. Ikrar Abdi.
Hasil Sidang Isbat 1446 Hijriah Penentuan Awal Ramadan
Pemerintah melalui Kemenag RI secara resmi menetapkan 1 Ramadan 1446 H jatuh pada 1 Maret 2025, setelah hilal berhasil diamati di wilayah paling barat Indonesia, yaitu Aceh.
Menteri Agama, Nasaruddin Umar, menyampaikan bahwa meskipun di beberapa wilayah hilal belum tampak, hasil pengamatan di Aceh telah menjadi acuan dalam penentuan awal Ramadan.
“Kami harus menunggu wilayah paling barat di Aceh. Karena di Indonesia bagian timur, tengah, dan barat di ekor Pulau Jawa masih belum terlihat,” ungkap Nasaruddin.
“Keputusan ini juga didasarkan pada perhitungan astronomi yang menunjukkan bahwa ketinggian hilal di Indonesia berada dalam rentang 3° 5,91′ hingga 4° 40,96′, dengan sudut elongasi antara 4° 47,03′ hingga 6° 24,14′,” jelasnya.
Ketua Departemen Pendidikan Keagamaan dan Dakwah (PKD) DPP LDII, KH Aceng Karimullah, menjelaskan bahwa dalam penentuan awal Ramadan digunakan dua metode, yaitu hisab dan rukyat.
“Hisab merupakan metode perhitungan astronomi untuk menentukan posisi bulan secara matematis, sementara rukyat mengandalkan pengamatan langsung terhadap hilal,” jelasnya.
Menurut Aceng, berdasarkan metode hisab, bulan sudah berada di atas ufuk saat matahari terbenam, yang secara perhitungan menandakan awal Ramadan.
Namun, metode rukyat tetap menjadi dasar utama dalam pengambilan keputusan, sehingga pengamatan langsung tetap diperlukan. (Rohmat/Lines).